Jumat, 08 Juli 2011

Mereka Masih Ada

           Layaknya Lintang, seorang bocah cerdas dari pelosok desa yang dicitrakan dalam novel Laskar Pelangi, Perpustakaan Kuno Tanoh Abee menjadi ‘penerang’ yang tersasar di sebuah kampung kecil bernama Tanoh Abee yang terletak di Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar.
           Mengapa tersebutkan ‘penerang’?
           Pustaka (Zauyah) milik pribadi dari keturunan Teungku Chik Tanoh Abee Al-Fairusi Al-Baodadi ini adalah sebuah pustaka dan satu-satunya pustaka di kecamatan itu yang menyimpan menuskrip-manuskrip kuno tentang Islam, sejarah dan kebudayaaan Aceh dari abad ke-16 sampai abad ke-19 M.
          Zauyah terletak dalam pekarangan pesantren tradisional Tanoh Abee yang terhimpit oleh beberapa bangunan permanen bantuan negara luar yang telah dijadikan sebagai aula utama. Selebihnya, bangunan lain hanya berupa balai-balai kecil, asrama santri dan makam pimpinan pesantren.
          Zauyah sendiri berupa sebuah bangunan tua menyerupai rumah panggung tua dan khas Aceh yang berwarna hitam dan tinggi. Bangunan rumah berukuran tak lebih besar dari ruangan lazim sebuah kelas di Sekolah Dasar ini hanya berdinding setinggi 30cm dan tidak bersekat. Lantainya hanya dijejali oleh papan-papan panjang yang serupa dengan dinding. Sementara atapnya berupa anyaman daun rumbia dan terdapat banyak debu di sana.
          Setiap pengunjung yan hendak memasuki area Zauyah ini diharuskan untuk memakai pakaian yang menutupi aurat dan sopan. Peraturan tersebut dapat terlihat di sebuah papan yang terletak di halaman muka Zauyah. Namun apabila ada pengunjung yan terlanjur tidak mengikuti peraturan, maka akan dipinjami pakaian dan atribut lainnya oleh nadhir (pimpinan Zauyah).
          Sayangnya, barang-barang peninggalan sejarah yang dulunya terisi penuh dalam runga kecil_yang lebih pantas disebut ‘Balee’ (dalam bahasa Aceh) yan berarti pondok_tersebut telah banyak yang dipindahkan ke rumah para keturunan Teungku Chik Tanoh Abee yan masih hidup. Yang kini tertinggal di perpustakaan tersebut hanya sebuah bedug tua yang tergantung di kayu-kayu antara atap dan tiang-tiang penyangganya, foto-foto kuno para pahlawan Aceh yang tertempel di dinding, serta beberapa kitab lama yang tersimpan dalam sebuah lemari. Semua lembaran kitab tersebut berwarna kuning kecoklatan. 
         Hanya sedikit barang tersebutlah yang sekarang bisa memuaskan pengunjung yang haus akan hal-hal kuno tentang Aceh khususnya. Akibatnya, pengunjung yang datang ke Zauyah tak lagi bisa mendapatkan banyak ‘penerangan’ oleh saksi-saksi sejarah adad belasan itu.
         Tapi pemandangan yang terlihat beberapa tahun terakhir, nyaris tidak ada pengunjung yang datang. Chunay, cucu dari keturunan empunya Zauyah mengatakan, perpustakaan tersebut tak lagi ramai dikunjungi selama pesantren yang menaungi pustaka itu tidak lagi aktif. “Lagi pula ummi (pemandu Zauyah) sedang sakit. Jadi pengunjung tidak bisa sembarangan melihat barang-barang yang telah dipindahkan dari Zauyah ini,” tambah Chunay.
          Ya, Zauyah adalah Perpustakaan lama yang dipenuhi oleh para saksi sejarah yang kebanyakan dari mereka sekarang tidak lagi dapat terjangkau oleh banyak mata yang haus. Dan benar, memang Zauyah tidak lagi menampakkan cerita sejarah yang kini diburu bayak orang. Tetapi demikian, barang-barang saksi sejarah tersebut masih tersimpan. Mereka memang masih ada.

1 komentar:

  1. saya rasa ada alasan keturunan tgk. tanoh abee mengambilnya dan menyimpan sendiri dirumahnya, mengingat kondisi tempat balee tsb tidak layak tuk dijadikan sbg tempat penyimpanan arsip...

    BalasHapus